BOJONEGORO || Penarealita.com – Proyek pembangunan drainase di Jalan Panglima Polim, Kecamatan Bojonegoro, kini tengah menuai kritik tajam dari publik. Insiden kecelakaan yang menimpa seorang siswi SMKN 1 Bojonegoro pada Selasa (28/10/2025) menjadi pemicu kemarahan warga, setelah korban terjatuh ke dalam galian proyek yang minim pengamanan.
Gelombang protes kian meluas setelah muncul dugaan pelanggaran spesifikasi teknis serta kerusakan jalan akibat aktivitas alat berat di lokasi proyek yang bersumber dari APBD Kabupaten Bojonegoro Tahun Anggaran 2025 senilai Rp10,19 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Ketua LSM GMBI Wilter Jawa Timur, Sugeng, menilai kecelakaan tersebut sebagai bentuk kelalaian serius dari pihak kontraktor. Ia menyebut galian proyek yang dibiarkan terbuka dan tergenang air tanpa adanya police line atau rambu pengaman merupakan pelanggaran terhadap standar keselamatan kerja.
“Galian yang terbuka tanpa pengamanan jelas mengancam keselamatan masyarakat. Kami akan mengirim surat resmi kepada Bupati Bojonegoro untuk meminta penghentian penggunaan excavator roda besi, karena alat tersebut terbukti merusak jalan beraspal di sekitar lokasi,” tegas Sugeng.
Ia juga menyoroti minimnya papan informasi proyek, yang menurutnya mengabaikan prinsip transparansi publik sebagaimana diatur dalam regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Tak berhenti pada persoalan keselamatan, LSM GMBI juga mengungkap dugaan pengurangan spesifikasi teknis pada pelaksanaan proyek, terutama terkait pemasangan U-ditch (saluran beton).
Menurut Sugeng, pihak kontraktor diduga tidak menggunakan lantai dasar atau alas saluran sebelum memasang U-ditch. Padahal, komponen ini sangat penting untuk menjaga kestabilan konstruksi serta ketahanan drainase terhadap pergerakan tanah dan tekanan air.
“Tanpa lantai dasar, air limpasan bisa merembes ke bawah dan menyebabkan penurunan struktur. Akibatnya, U-ditch akan cepat retak dan rusak,” jelasnya.
Ia menambahkan, jika dugaan ini benar, maka nilai manfaat proyek akan berkurang jauh sebelum masa garansi berakhir.
Sejumlah warga di sekitar Jalan Panglima Polim juga menyuarakan kekhawatiran mereka. Pemasangan U-ditch disebut dilakukan tanpa pengurasan air di dasar galian, yang dinilai tidak sesuai dengan standar teknis konstruksi.
“Kalau air di dasar galian tidak dikuras, bagaimana kualitasnya bisa terjamin? Alirannya nanti bisa tidak sesuai elevasi,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.
Masyarakat berharap pemerintah turun tangan agar proyek ini tidak hanya asal jadi dan benar-benar memberikan manfaat bagi pengendalian banjir di wilayah kota Bojonegoro.
Kemarahan publik kini berujung pada desakan audit menyeluruh terhadap proyek drainase tersebut. Warga menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, terutama Dinas PU Cipta Karya yang dinilai belum tanggap terhadap keluhan masyarakat.
“Kami ingin pemerintah bersikap tegas. Jangan sampai proyek ini hanya menjadi ajang pemborosan anggaran tanpa manfaat nyata bagi warga,” ujar salah satu tokoh masyarakat.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Dinas PU Cipta Karya Bojonegoro belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan pelanggaran spesifikasi maupun laporan kerusakan jalan akibat aktivitas proyek.
Berdasarkan data yang dihimpun, proyek drainase Jalan Panglima Polim dimenangkan oleh CV. Aisyah 27, yang beralamat di Dusun Bangilan RT 10 RW 01, Desa Kapas, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur.
Proyek senilai Rp10,19 miliar ini bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2025.
Namun, beredar rumor di masyarakat bahwa pemilik CV tersebut merupakan istri dari seorang oknum pegawai kejaksaan. Meski belum terbukti, kabar ini memunculkan pertanyaan publik terkait potensi konflik kepentingan dalam proses tender.
Kasus proyek drainase di Bojonegoro ini kini tidak sekadar berbicara soal teknis konstruksi, melainkan juga menyangkut integritas, etika, dan tata kelola anggaran publik.
Masyarakat berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret dengan menghentikan sementara proyek, melakukan audit independen, serta menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melanggar aturan.
“Kejadian ini harus jadi pelajaran. Proyek pemerintah bukan sekadar membangun fisik, tapi juga membangun kepercayaan rakyat,” pungkas Sugeng.(Red )