Home Daerah

Truk Tangki Perusahaan Besar Antre BBM Subsidi di Bojonegoro, Dugaan Penyalahgunaan Kuota Mengemuka

by Pena Realita - 27 Oktober 2025, 20:15 WIB

BOJONEGORO || Penarealita.com – Sore itu, suasana di jalur utama Desa Leran, Kecamatan Kalitidu, Bojonegoro, tampak tak biasa. Deretan truk tangki berwarna merah dan putih memenuhi bahu jalan sepanjang ratusan meter di depan SPBU 54.621.16.

Logo PT Artha Surya Jaya—perusahaan ekspedisi energi yang dikenal mengangkut bahan bakar dan cairan kimia industri—terpampang jelas di badan setiap kendaraan.

Pemandangan ini memunculkan pertanyaan besar: mengapa armada perusahaan besar mengantre di SPBU umum, yang sejatinya hanya diperuntukkan bagi masyarakat pengguna BBM bersubsidi?

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, kendaraan industri, ekspedisi besar, serta alat berat tidak berhak menggunakan Solar subsidi (Biosolar).
Kendaraan-kendaraan tersebut seharusnya membeli BBM non-subsidi seperti Dexlite atau Pertamina Dex melalui jalur industri.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Armada tangki PT Artha Surya Jaya terlihat mengantre di SPBU umum, bercampur dengan truk-truk kecil dan kendaraan rakyat.

“Kalau truk-truk besar kayak gitu antre di SPBU biasa, jelas bukan kebetulan. Ada permainan kuota,” ujar seorang warga Leran yang akrab dengan aktivitas SPBU setempat, Senin, 27 Oktober 2025.

Dugaan modusnya tergolong klasik: SPBU yang memiliki kuota solar subsidi “menyisihkan” sebagian stoknya untuk kendaraan industri. Transaksi dilakukan secara langsung di lokasi atau melalui pesanan terselubung, di mana BBM diantar menggunakan tangki perusahaan.

Praktik ini bukan hanya melanggar aturan, tetapi juga merugikan keuangan negara dan menyebabkan kelangkaan solar di kalangan nelayan, petani, serta sopir angkutan kecil.

Dengan kapasitas tangki sekitar 200 liter per kendaraan, keuntungan ilegal per sekali pengisian bisa mencapai Rp 1 juta. Jika dilakukan rutin oleh puluhan armada, potensi kerugian negara dapat menembus ratusan juta rupiah per bulan dari satu titik distribusi saja.

Ironisnya, hingga kini belum ada tindakan tegas dari pihak Dinas Perdagangan dan Energi Bojonegoro maupun Pertamina Patra Niaga Wilayah Jawa Timur.
Antrean mencolok tersebut terjadi berulang, namun tidak pernah tampak adanya inspeksi mendadak (sidak) atau sanksi administratif terhadap SPBU terkait.

Sementara itu, pihak PT Artha Surya Jaya maupun pengelola SPBU 54.621.16 belum memberikan tanggapan resmi. Di kalangan sopir tangki sendiri beredar kabar bahwa pengisian di SPBU tersebut sudah menjadi “rute rutin” karena harga solar subsidi jauh lebih murah dibanding solar industri.

Fenomena di Leran ini memperlihatkan dua persoalan mendasar: lemahnya pengawasan distribusi dan rapuhnya integritas penyalur BBM.
Padahal, Pertamina memiliki sistem digital yang seharusnya dapat mendeteksi transaksi mencurigakan, sementara BPH Migas dan aparat kepolisian berkewajiban menindak pelanggaran distribusi subsidi energi.

Publik kini menunggu langkah konkret dari pihak berwenang.Sebab, di balik antrean truk tangki yang tampak sepele itu, tersimpan potret buram penyaluran subsidi energi, di mana hak rakyat kecil justru terserap oleh roda industri besar.( Red )

Share :

Populer Minggu Ini